2019: Poem Collection (ID)

13 titles (528 words) - 2 mins read

WRITING - BAHASA INDONESIA

Nanti

12/28/2019

“Aku tidak mengerti.”

“Nanti juga kau paham.”

Kebenaran

12/17/2019

Apakah itu kebenaran yang didasari data yang konkret, atau hanya spekulasi yang kau percayai bahwa itu benar?

Kesengajaan

11/12/2019

Sebuah bola merah diambil dari dasar tungku.

Kemudian dicelupkan pada bejana yang terisi penuh oleh komponen cair.

“Agar temperaturnya stabil,” Katanya.

Kemudian, boom.

Kau tahu 'kan bagaimana jadinya jika sebuah bola api panas dimasukkan ke dalam jirigen berisi bensin?

Lalu, kenapa sebodoh itu?

Cukup

10/5/2019

Ada sebuah kontradiksi antara apa yang mereka tanam dan apa yang mereka tuai.

Dalam perjalanannya, sebuah batasan samar memisahkan antara harga diri dan tidak tahu diri.

Dan kembali, pertanyaan terjawab dengan tanda tanya.

Dan, bagaimana kami bisa melihat jika tangan-tangan itu terus saja menutupi kenyataan yang terjadi?

Janji manis apa lagi yang akan kalian pertanggung jawabkan?

Lelucon

10/1/2019

Tangan telah dipindahkan.

Pola perilaku berbeda.

Afeksi mulai meronta-ronta.

Harapan kembali muncul.

Rasa mengendalikan otak.

Ketergantungan kini berpindah.

Tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, katanya.

Hah, lucu sekali.

Kapan?

9/28/2019

Aku tahu sebuah balon helium yang melayang tinggi ke angkasa.

Dia terbang tinggi tanpa memedulikan gaya gesek angin ataupun tekanan atmosfer.

Dia terbang, terbang, dan terbang.

Pertanyaannya; kapan balon itu akan meledak?

Ah tidak, lebih tepatnya:

Kapan balon itu sadar akan petunjuk yang diberi Tuhan untuk berhenti melayang?

Akankah dia sadar dan berhenti dengan sendirinya?

Atau, lapizan ozonkah yang duluan menghakiminya dan membuatnya meledak

—sekedar untuk membuatnya berhenti?

Warna

8/11/2019

Kau bilang,

hidup adalah sebuah reaksi pembiasan cahaya yang terus menghasilkan kontras warna mutlak hingga tak terhitung jumlahnya.

Tapi bagaimana caranya kau membuktikan indahnya pelangi pada orang yang buta warna?

Pilihan

8/10/2019

Entah kenapa, akhir-akhir ini aku sering berpikir,

hidup adalah sebuah bangun ruang yang dimulai dan berakhir di titik yang sama.

Berawal dari setitik tinta, yang kemudian dilanjutkan dengan sebuah garis bebas tanpa jeda.

Lalu, apakah kau akan membuat alurnya; abstrak hingga membuat si jenius picasso dipenuhi rasa iri

atau,

terkonstuksi kokoh hingga mampu menahan beban langit?

Peta

7/25/2019

Pulang, pergi, atau kembali?

Memangnya, kau sekarang di mana?

Realita

7/24/2019

Telur menetas, kicauan dibisukan, jeruji mengelilingi, angan terbuang.

Pintu dibuka, “terbang!”

Cahaya muncul, sayap mengepak, manusia membidik, panah ditembakkan.

Terlambat. Jatuh, dan mati.

Iblis menjerit, “terbang!”

Gelembung

7/23/2019

Putih, putih, hitam. Hitam, hitam, putih.

Lalu ada abu, apa dia hitam atau putih?

Keduanya, atau bukan keduanya?

Pilih satu. Tidak ada pilihan ketiga.

Bingung

7/22/2019

Hidup itu memang rangkaian sebab akibat yang bermain dalam irama takdir.

Juga rentetan pertanyaan dan jawaban yang ditulis di atas pasir sebelum menghilang bersama ombak.

Tapi bukan berarti kau harus mengetahui jawaban atas semua pertanyaan di atas kertas yang diberikan padamu.

Beberapa lebih baik dibiarkan tidak terjawab, meski hanya akan memberikan kekosongan di antara puzzle yang tengah disusun.

Bisa jadi jawaban itu ada, dia hanya tersesat hingga melupakan arti dari 'kembali'.

Tapi jika itu memang ditakdirkan untukmu, dia akan pulang ketika jam tua yang rusak kembali berdenting saat jam istirahat tiba.

Jadi inti bacotanku sedari tadi ini apa? Entahlah.

Mungkin kau tahu jawabannya?

Atau

6/27/2019

Apa orang baik akan mengakui dirinya baik? Atau orang jahat akan mengakui dirinya jahat?

Apa orang pintar akan mengakui dirinya pintar? Atau orang bodoh akan mengakui dirinya bodoh?

Apa orang terpilih akan mengakui dirinya dipilih? Atau orang terbuang akan mengakui dirinya dibuang?

Sadar diri, atau tidak tahu diri?

Merendahkan diri, atau meninggikan ego?

Bicara sesuai kenyaatan, atau mencari perhatian?

Rendah hati —atau Narsistik?